Thursday, July 30, 2009

Boneka dengan Benang pada Beberapa Bagian Tubuhnya


Bukan. Ini bukan cerita tentang sebuah boneka bernasib malang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya selama 12 tahun. Ini adalah cerita tentang sedikit kehidupan minus yang mungkin pernah dirasakan oleh seseorang yang bernasib malang. Tertinggal, terbuang, terbunuh, dikendalikan, dikekang seperti kuda atau apalah. Ya, seperti sebuah boneka yang tertancap oleh beberapa helai benang pada beberapa bagian tubuhnya. Kedua tangan, kedua kaki, bahkan kepala. Seperti boneka bertali, puppet, marionette, mainan. Atau kau bisa menamainya Mary Poppins jika kau mau. Mengenaskan. Sungguh mengenaskan.

Banyak orang yang merasa dirinya diikat bagaikan binatang peliharaan dan berjalan sesuai keinginan majikannya. Tidak seperti itu juga, mungkin. Bisa dikatakan mereka dikendalikan secara tidak langsung atau mereka bergerak hanya ketika seseorang menginginkan mereka bergerak. Seperti mobil mainan dengan remote control atau robot yang hanya berjalan jika kau menekan tombol yang terdapat pada punggungnya. Dan ketika kau mencoba untuk melepas dirimu, kegagalan menggigit telingamu, dan kau mengguncangkan tubuhmu untuk melepas kegagalan itu. Beberapa saat kemudian, kegagalan itu terlepas. Dan selamat, kau sama sekali tidak menyadari bahwa kakimu telah menginjak ranjau darat. Sesuatu yang buruk (pasti) menimpamu. Seperti angin yang meniupkan udara kesepian, Bipolar Disorder, atau setetes air mata yang merangkak keluar dari rongga matamu tanpa sebab. Hal itu terjadi karena sebenarnya kau membutuhkan si pengendali untuk membuat dirimu bergerak. Untuk merasa lebih bebas, gembira seperti seorang penjagal yang baru saja keluar dari penjara dan bertemu kembali dengan keluarganya.

Kau membutuhkan si pengendali, kau membutuhkan si pengendali. Karena hanya orang itu yang bisa membuatmu merasa seperti seorang pengemis yang tiba-tiba mendapat $100. Kau merasa semua kebutuhanmu di dunia ini sudah terpenuhi, dan, ya, kebutuhanmu pasti akan hilang seiring dengan berjalannya waktu yang membunuhmu dengan cara yang menyenangkan. Lalu kau kembali merasa seperti boneka bertali yang dibuang oleh pengendalinya sesuka hatinya, dan kau akan mencari pengendalimu hingga ke dalam sumur tua. Apa boleh buat, yang membuatmu menjadi hidup setelah mati hanyalah orang yang mengendalikanmu dengan cara yang hanya diketahui oleh pengendalimu. Dengan benang yang tertancap pada beberapa bagian tubuhmu? Remote control? Ikatan di leher seperti seekor anjing? Entahlah.

Mungkin kau bertanya-tanya apa maksud dari cerita(?) pendek ini. Cerita ini menjelaskan bahwa seseorang bisa saja dikendalikan oleh seseorang yang lain bagaikan sebuah boneka dengan benang pada tangan, kaki, maupun kepalanya. Benang. Dengan kata lain, kau tak menginginkannya, tetapi harus menerima apapun resikonya. Kau akan digerakkan sesuai skenario yang diinginkan oleh si sutradara. Apakah kau akan mendapat peran diinjak? Diarahkan menuju taman dengan bunga-bunga kecil yang berterbangan? Terima saja. Karena cuma itu yang bisa membuatmu hidup. Dengan kata lain, kau membutuhkannya.

Sekarang kau akan bertanya-tanya mengapa Aku menulis ratusan kata sampah ini. Tidak penting, mungkin. Tidak penting. "Hanya sekedar luapan kotoran imajiner yang keluar dari otak kotormu," katamu. Tapi beberapa menit kemudian, kau akan sadar bahwa kau pernah mengalami hal seperti di atas. Mungkin sudah berkali-kali. Dikendalikan secara tidak langsung bagaikan boneka dengan benang. Kau menundukkan kepalamu, jari telunjukmu menghapus sedikit tetesan air mata di mata kiri, ibu jarimu menghapus sedikit tetesan air mata di mata kananmu. Lalu kau bertanya, "Apa kau pernah mengalaminya? Merasa seperti boneka dengan benang pada beberapa bagian tubuhnya?" dan Aku akan menjawab, "Ya." Aku tersenyum. Mengapa? Karena Aku tahu si pengendali tak bermaksud mengendalikanku. Sama sekali tidak. Ia menyayangiku lebih dari seorang nenek yang menyayangi cucu pertamanya. Ia mempunyai 0% niat untuk menjadikanku boneka dan memainkanku sesuka hatinya. Jadi, tetaplah tersenyum seperti saat kekasihmu mencium pipimu.

Monday, July 6, 2009

Johnny dan Molly

Pada suatu hari di pertengahan kota Manchester, terdapat seorang penjaga kasir mini market di sebuah stasiun kereta bawah tanah yang berumur 26 tahun bernama Johnny. Dan, ya, dia tinggal bersama kakak perempuannya tepat 100 meter sebelah timur stadion Old Trafford. Kedua orangtuanya? telah meninggal dalam kecelakaan mobil 3 tahun lalu. Tentu saja Johnny kesepian. dan dia selalu merenungkan kalimat yang telah diutarakan ibunya sebelum beliau meninggal: "Johnny, kau sudah 23 tahun hidup di dunia penuh kebohongan ini. Apa kau tidak ingin mencari pendamping hidup? Kau membutuhkannya. Carilah yang paling tepat untuk dirimu sendiri. Ibu pasti akan bahagia jika melihatmu bahagia bersama seseorang yang bisa membahagiakanmu." Kalimat itu selalu melintas di kepala Johnny karena Johnny sangat ingin membuat ibunya bahagia. Dengan membuat dirinya bahagia. Johnny selalu berharap bertemu seseorang tepat untuknya. Dia menunggunya, mencarinya hingga ke sudut-sudut yang sukar dicapai sekalipun. Hasilnya? Nihil. Oh, Johnny. Hingga pada saat Johnny bersama kakak perempuannya.

Karen : Hei, apa yang terjadi pada dirimu? kehilangan coklat batangan terakhirmu?
Johnny : Tentu saja bukan.
Karen : Lalu?
Johnny : Kosong.
Karen : Oh. Wanita?
Johnny : Tepat sekali.
Karen : Kalau begitu, kenapa kau hanya memainkan gitarmu di sini? Keluarlah, cari seseorang.
Johnny : Kau bercanda? Ini tak semudah membunyikan jari tengahmu.
Karen : Akan menjadi semudah itu jika kau mencarinya daripada memainkan gitar seperti idiot di sini. Ingat kata ibu.
Johnny : Oke, oke.

Tapi Johnny tak tahu kemana ia harus pergi. Berputar-putar pasrah bagaikan gasing yang akan berhenti, dan mengakhiri pencariannya di stasiun kereta bawah tanah tempatnya bekerja, lalu Johnny duduk di kursi besi sambil meminum minuman soda kaleng. Dan tiba-tiba seorang lelaki pirang bermata biru bernama Cupid menghampirinya.

Cupid : Sore, kawan. boleh Aku duduk di sini?
Johnny : Oh, silakan. Duduklah.
Cupid : Hei, kenapa kau terlihat seperti kehilangan coklat batangan terakhirmu?
Johnny : Haha, ucapanmu itu terdengar seperti kakak perempuanku.
Cupid : Benarkah? Haha. Apa ada sesuatu yang buruk?
Johnny : Ya, Aku ingin membahagiakan diriku dan juga ibuku. Aku kesulitan mencari wanita. Pacar.
Cupid : Wow, haha. Serahkan saja padaku. Oh, perkenalkan, namaku Cupid.
Johnny : Cupid? Seperti dalam dongeng saja. Aku Johnny.
Cupid : Haha, banyak yang bilang begitu. Salam kenal.
Johnny : Apa kau benar-benar bisa meluncurkan anak panah yang bisa membuat orang jatuh cinta?
Cupid : Tentu tidak, tapi memang pekerjaanku adalah "meluncurkan anak panah yang bisa membuat orang jatuh cinta."
Johnny : Haha, apa maksudmu?
Cupid : Arahkan kepalamu ke arah jam 9.
Johnny : Apa?
Cupid : Coba saja.
Johnny : (terdiam, terkejut kagum) Kawan, kau ini benar-benar seperti Cupid! Eh?

Cupid menghilang tanpa jejak. Johnny terkejut, melihat ke kiri dan ke kanan mencari pria pirang tersebut. Dan ia percaya bahwa seseorang yang bernama Cupid tadi adalah benar-benar Cupid. Mungkin kalian memikirkan apa yang membuat Johnny terdiam, terkejut kagum. Ya, seorang wanita. Wanita dengan rambut merah, memakai sweater hitam, sepintas mirip dengan Milla Jovovich. Dan, ya, Johnny jatuh cinta pada pandangan pertama di stasiun kereta bawah tanah.
Kemudian, wanita itu tak sengaja menjatuhkan dompetnya. Melihat hal itu, Johnny langsung beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil dompet itu dan mengembalikan ke wanita tersebut.

Johnny : Hei, ini, kau menjatuhkan dompetmu.
Wanita : Maaf? Oh, terima kasih banyak kau mengembalikannya padaku.
Johnny : Haha, dengan senang hati.
Wanita : Sebagai tanda terima kasih, bagaimana jika kutraktir minum?
Johnny : Mmm, Aku...
Wanita : Haha, ayolah, tak perlu malu.
Johnny : Haha, baiklah.

"Terima kasih, Cupid." adalah kalimat yang terus diucapkan dalam hati Johnny. Lalu wanita itu membeli 2 gelas kopi susu untuk Johnny dan wanita itu sendiri.

Wanita : Hai, ini. (sambil memberikan segelas kopi susu)
Johnny : Oh, terima kasih banyak, ya.
Wanita : Sama-sama, teman. Hei, kau belum memberi tahu namamu.
Johnny : Haha, Aku lupa. Namaku Johnny.
Wanita : Wow, nama yang bagus.
Johnny : Terima kasih, haha. Hei, bagaimana denganmu? Siapa namamu?
Wanita : Oh, ya. Molly. Namaku Molly.

Molly. Nama itu menjadi nama yang selalu melayang di kepala Johnny bagai kupu-kupu yang berterbangan pada sore hari. Sejak ia bertemu dengan wanita rambut merah itu, yang dia lakukan sehari-hari hanyalah membayangkan ia pergi bersama Molly untuk menonton kembang api pada tahun baru, dan Johnny juga sangat ingin memberi sesuatu yang sangat disukai Molly. Hampir setiap akhir pekan mereka pergi ke tempat yang mereka inginkan. Dari menonton film di bioskop hingga pergi makan malam. Lalu pada minggu ke-3 pada bulan Januari, mereka berdua pergi ke sebuah kafe kecil di tengah kota Manchester.

Johnny : Haha, bagaimana bisa terjadi seperti itu?
Molly : Ya, Kau tahu keahlianku memasak yang membuat roti panggang itu hangus, haha.
Johnny : Hahahaha. Hei, apa kau ada sesuatu yang sangat kau sukai?
Molly : Maksudmu?
Johnny : Ya... apapun yang sangat kau sukai. Sepertiku, Aku sangat menyukai jam tangan yang kupakai ini.
Molly : Apa, ya? Oh. Aku sangat menyukai Mickey Mouse. Suka sekali.
Johnny : Haha, si tikus itu, bukan? Dia memang lucu sekali.
Molly : Haha, memang. Pada awalnya Aku hanya menemani adikku menontonnya, tapi sekarang Aku menyukainya.
Johnny : Dan kau kembali menjadi anak kecil berumur 8 tahun.
Molly : Mungkin saja, karena Aku sedang menginginkan boneka Mickey sekarang.
Johnny : Benarkah? Bagaimana jika aku memberikan boneka Mickey untukmu?
Molly : Wow, terima kasih. Aku akan senang sekali, tapi jika itu menyusahkanmu, tidak usah pun tak apa-apa.
Johnny : Tidak, tidak, Aku akan dengan senang hati memberimu boneka Mickey, Molly.
Molly : Mmm... kalau begitu, keputusan ada di tanganmu. Tapi Aku pasti akan senang. Sangat senang.
Johnny : Baiklah, tak lama lagi, kau akan bangun dengan memeluk boneka Mickey di tanganmu.
Molly : Ya, kuharap itu akan terjadi, haha. Johnny, Aku sudah harus kembali ke rumah sekarang. Kau keberatan?
Johnny : Oh, tentu tidak. Kalau begitu, Aku akan mengantarmu pulang, Oke?
Molly : Haha, terima kasih, Johnny.

Dan Johnny segera mengantarkan Molly hingga ke tempat tinggalnya. Sejak pembicaraan dengan Molly tersebut, Johnny sangat ingin sekali memberikan boneka Mickey untuknya. Keesokan harinya, ia mengelilingi sebagian kota Manchester dengan sepeda untuk mencari toko yang menjual sebuah boneka Mickey Mouse. Setelah berkeliling selama 2 jam hanya dengan sebuah sepeda, akhirnya Johnny menemukan sebuah toko mainan yang menjual boneka Mickey, dan akan membeli boneka tersebut.

Johnny : Bung, Aku ingin membeli boneka Mickey ini. Berapa harganya?
Penjual : Ini? 24 pound sterling.
Johnny : Apa? 24? Oh, Tuhan, Aku tidak memiliki uang sebanyak itu. Aku hanya membawa satu-satunya 15-ku.
Penjual : Hmm, sayang sekali, kawan.
Johnny : Sial. Hei, bagaimana jika aku kembali besok dengan 24 pounds?
Penjual : Oke, oke. Kutunggu kedatanganmu besok. Tapi maaf bila sudah dibeli orang lain.
Johnny : Oke. Terima kasih banyak.

Johnny segera pulang dengan sepedanya, mengambil gitarnya, lalu pergi ke depan tangga stasiun kereta bawah tanah, membawakan beberapa lagu, dan berharap seseorang meletakkan uang di atas sapu tangan yang dia letakkan tepat 10cm di depan kakinya. Setelah 1 jam membawakan beberapa lagu The Cure dan Bloc Party, Johnny mendapatkan uang sebanyak 8 pounds. Cukup banyak, tetapi itu belum cukup untuk membeli boneka Mickey yang Johnny inginkan. Akhirnya, Johnny memutuskan untuk pulang dan melanjutkan petualangannya besok.
Keesokan harinya, Johnny kembali pergi dengan sepeda dan gitarnya ke stasiun bawah tanah untuk mendapatkan beberapa poundsterling agar ia bisa membelikan boneka Mickey untuk Molly. Dalam waktu 1/2 jam, Johnny mendapatkan 3 pound sterling. Tentu saja Johnny gembira. Dengan 26 pound sterling miliknya, Johnny segera pergi ke "Disneyland" tempat di mana Mickey itu berada.

Johnny : Apa maksudmu sudah terjual?!
Penjual : Maaf, bung. 2 jam lalu seorang ibu membeli boneka itu untuk anaknya.
Johnny : Kau... Oke, apa boleh buat. Apa ada toko lain di sekitar sini?
Penjual : Hmm, kurasa toko ini satu-satunya di daerah ini.
Johnny : Baiklah, terima kasih banyak.
Penjual : Sama-sama, kawan. Semoga harimu indah.

"Akan jauh lebih indah jika kupatahkan hidungmu." kata Johnny di dalam hati. Johnny sangat kecewa karena mungkin di kota ini tak ada lagi toko yang menjual boneka Mickey. Apa boleh buat, Johnny terpaksa pulang dengan wajah pucat dan tangan kosong. "Apa yang harus kulakukan? Besok Aku akan bertemu dengannya, tetapi Mickey Mouse tak ada di tanganku."
Keesokan harinya, pada pukul 7 pagi, Johnny menghubungi ponsel milik Molly.

Johnny : Molly, selamat pagi.
Molly : Hai, Johnny, selamat pagi! Ada apa?
Johnny : Mmm kau pagi ini ada rencana?
Molly : Ti...dak. Ya, Aku tidak kemana-mana hari ini. Mengapa, John?
Johnny : Kalau kuajak bertemu, bagaimana? Kau mau?
Molly : Haha, tentu saja, Johnny. Dimana kau ingin bertemu denganku?
Johnny : Bagaimana jika di kafe tempat kita pergi beberapa hari lalu?
Molly : Wow, pilihan bagus. Aku akan kesana nanti jam 10. Oke?
Johnny : Jam 10? Oke, oke. Sampai bertemu, Molly.
Molly : Oke, Sampai nanti, John.

10.06. Molly sudah tiba lebih dahulu dan menunggu Johnny. Setelah beberapa menit menunggu. Molly melihat Johnny berjalan cepat dengan membawa tas coklat miliknya. Johnny terlihat pucat dan berantakan. Seperti orang yang baru saja beranjak dari tempat tidurnya.

Johnny : Maaf, aku terlambat.
Molly : Apa yang terjadi, John? Kau terlihat tidak sehat.
Johnny : Tidak, tidak apa-apa. Hanya tidak bisa tidur semalam.
Molly : Malang sekali. Mengapa kau tidak istirahat saja?
Johnny : 'Kan Aku ingin bertemu denganmu.
Molly : Oh, ya ampun, haha. Tapi... sebenarnya apa yang membuatmu ingin bertemu denganku?
Johnny : Ini.

Bagai seorang anak berbaju kumal yang memberi cincin perak kepada seorang permaisuri, Johnny memberikan sebuah Mickey Mouse. Mickey Mouse buatan tangannya sendiri. Gabungan beberapa bantal hitam dengan kapuk sedikit keluar, mata yang terbuat dari kancing baju, hidung karet yang terlihat seperti karet alat pengukur tekanan darah di rumah sakit, sarung tangan putih yang terbuat dari kain selimut, celana merah yang terlihat seperti taplak meja restoran, dan sepatu kuning yang terbuat dari bahan handuk. Molly terkejut, tersenyum lebar.

Johnny : Ambillah. Mickey Mouse. Untukmu. Mickey-mu, Molly.
Molly : Johnny... terima kasih banyak. Boneka ini buatanmu?
Johnny : Ya, tepat sekali. Kau suka?
Molly : Suka sekali. Kau ingin bertemu denganku untuk memberiku ini?
Johnny : Mmm... sebenarnya tidak juga.
Molly : Lalu?
Johnny : Untuk memberitahu bahwa ada Romeo & Juliet...
Molly : Romeo & Juliet?
Johnny : Superman dan Lois, Mickey dan Minnie, dan...
Molly : Aku tahu maksudmu. Dan aku pun merasakan hal yang sama, haha.
Johnny : Hah? Apa?
Molly : Joel dan Clementine, Spiderman dan Mary-Jane, dan...

Seorang pemain gitar jalanan dengan jaket, sarung tangan, dan senyumnya, memasuki kafe dan membawakan lagu "7/4 Shoreline", penjaga kafe membuatkan kopi sambil tersenyum mendengar alunan lagunya, seorang kakek tersenyum menerima 2 gelas kopi buatan si penjaga kafe, seorang wanita tua tersenyum melihat suaminya membawakan 2 gelas kopi, dan Johnny tersenyum, bukan karena melihat seorang wanita tua meminum segelas kopi, tetapi karena Molly mengatakan, yang juga akan Johnny katakan:
"Johnny dan Molly."

Semoga Permintaanku Terkabulkan (Part I)

Aku berjalan tanpa tujuan. Ditemani sedikit rintikan air hujan, uap yang keluar dari mulutku, dan cahaya kuning yang bersinar dari lampu jalan, Aku berdiri di sebelah kotak pos berwarna biru. Sambil menghisap Marlboro, Aku melihat sebuah bus tingkat berhenti dan menurunkan seorang wanita kusut dengan baju dan rambut hitam kecoklatan di belakangku. Tangan, kaki, dan kepalaku berteriak, "Masuklah ke dalam kendaraan besar itu dan pulanglah, tolol!" tetapi mulutku bersikeras untuk satu-batang-lagi-dan-silakan-pergi. Lagipula mau kemana? Aku tak memiliki tempat tinggal. Apa boleh buat, Perokok Berat. Tubuhmu ingin merusakmu. Selamat menikmati. Menikmati kematian yang diciptakan oleh Tubuhmu. Dirimu.

Hidup. Bagaikan tempat untuk seseorang memberi satu tetes dari satu botol bergambar tengkorak ke dalam teh hangat milikmu. Kesialan tersenyum seperti gadis kecil dengan lolipop, nasib buruk dengan senang hati menjemput. Dan percaya atau tidak, Aku adalah lelaki bertubuh 30 tahun dengan otak 5 tahun. Aku percaya bahwa kisah Alice in Wonderland adalah nyata, dan Peri Gigi akan datang bila Aku menyembunyikan gigi patahku ke bawah bantal tidurku. Beberapa orang percaya bahwa permintaan seseorang akan terkabul jika mempertaruhkan nyawanya untuk orang lain. Untuk hal itu, itu adalah soal lain. Aku sama sekali tak mempercayainya. 5 tahun lalu, Aku menolong seorang wanita dengan rambut pirang yang sedang dikelilingi oleh 3 lelaki kotor berjaket hitam. 3 lelaki tersebut memukuli wanita itu tanpa ampun dan menarik-narik tas milik si wanita. Aku melihatnya, dan segera berlari untuk menolong dan tidak berharap permintaanku akan terkabul jika Aku menolong wanita yang namanya belum kuketahui itu. Ketika Aku berlari menghampirinya, wanita itu berteriak, seperti meneriakkan sebuah kata dari bahasa Islandia, dan 1 dari 3 lelaki kotor itu terhempas jauh dan menghantam lampu jalan. Aku sedikit terkejut dan berpikir mengapa lelaki tersebut terhempas jauh dan menghantam lampu jalan, tapi Aku tetap berlari dan memukul salah satu lelaki itu, mematahkan hidungnya, dan menendang wajahnya ketika lelaki itu jatuh terkapar tanpa daya. Melihatku memukulinya, si lelaki yang sedang sibuk menarik tas si wanita segera melepas tasnya dan kabur menuju kegelapan. Beberapa menit kemudian, kedua temannya lari ke arah yang berlawanan dari lelaki yang kabur lebih dulu. Wanita itu berterima kasih padaku dan Akupun mengantarnya pulang. Oh ya, wanita itu bernama Annie, dan itu merupakan awal perkenalanku dengan Annie.

Annie. Bagaikan lampu yang menyala sementara lampu lainnya redup. Lain dari yang lain. Hanya dia yang bisa dan selalu "menyalakan" diriku ketika diriku "mati" dan menyembuhkan lukaku hanya dengan menghembuskan nafas sejuknya ke arah lukaku. Ya, menghembuskan nafas sejuknya. Memang sedikit ajaib, tapi inilah kenyataannya. Awalnya aku tak percaya, tetapi dia membuktikan bahwa semua itu nyata dengan merubah secarik kertas menjadi kupu-kupu. Annie selalu bilang "Ada sesuatu di dalam dirimu. Tapi kau tak membutuhkannya." Sesuatu. Apa itu? Kekuatan super? Keahlian mengetik dengan 10 jari? Entahlah. Annie hanya tersenyum bila Aku bertanya apa yang ada di dalam diriku.

Beberapa tahun kemudian, Aku harus pindah ke Manhattan karena ayahku menghilang entah kemana. Akhirnya Aku harus bekerja di tempat ayahku bekerja, meninggalkan Annie untuk beberapa tahun, dan pada saat itu, Aku tak tahu akan kembali ke sini atau tidak. Annie tidak setuju denganku meskipun tahu aku harus pergi. "Kau akan baik-baik saja, Annie," kubilang pada saat dia tahu Aku akan pergi. Dari tatapan matanya, sepertinya dia sedih dan mengutukku. Semoga Aku salah. Annie hanya menangis, membelakangiku, dan mengepalkan tangannya dengan keras ketika ia menemaniku ke stasiun kereta ekspres. Aku berharap bisa kembali lagi ke kota ini dan melihat Annie dengan penampilan yang lebih bervariasi dari sekedar kaus dan jaket putih. Setelah 2 tahun menetap di Manhattan, Aku harus pulang ke kota asalku karena tempatku bekerja di Manhattan gulung tikar. Dan kakak tiriku menawarkan pekerjaan kepadaku, dengan syarat kembali ke kota asalku. Karena memang di sana ia dan pekerjaannya berada.

6 bulan yang lalu, Aku kembali dari Manhattan, dan Annie menghilang. tempat tinggal Annie sudah ditinggali oleh pria gemuk yang memakai baju bertuliskan "I Love You, Six Beers" yang sedang mengunduh video porno, dan Aku harus mencari apartemen karena rumahku sekarang sudah digunakan untuk panti asuhan. Lalu entah kenapa, semuanya berubah. Berubah total. Atas menjadi bawah, besar menjadi kecil, putih menjadi hitam.